Cicibugil.blogspot.com - Sebelumnya perkenalkan namaku Putra berumur 22 tahun, menurut mantan – mantanku dan sahabat – sahabat cewekku aku ini orangnya berwajah menarik, supel, ramah, misterius, dan tinggi (sekitar 173 cm) sehingga banyak yang tertarik denganku.
Aku mahasiswa semester atas di sebuah universitas ternama di kota Y. Aku berasal dari kota S, jadi bisa disimpulkan aku seorang perantau. Saat kereta mulai bergerak aku menyegerakan tidur karena badanku sudah lelah akibat begadang semalaman bersama teman – teman lamaku.
NONTON BOKEP ONLINE
Aku terbangun beberapa kali selama perjalanan yaitu saat pengen kencing (dikamar kecil aku sempat sedikit bingung karena kamar kecilnya tidak ada batang selotnya tapi akhirnya teratasi dengan diselipin pulpen) dan saat berhenti di beberapa stasiun besar untuk menaikkan penumpang.
AGEN BOLA PIALA DUNIA 2018
Saat itu seingatku di stasiun kota M naiklah pasutri muda dan anaknya yang masih balita. Aku terperangah karena sang suami tidak cakep dan cenderung jelek akan tetapi istrinya cantik berambut lurus panjang, tinggi sekitar 170 cm (lebih tinggi suaminya sedikit).
Tapi yang paling membuatku shock adalah meski tinggi tapi tubuhnya montok dengan payudara yang ukurannya lumayan besar, pantat yang sekal dan pinggang yang ramping bak biola spanyol.tubuh bagus itu terbungkus dengan celana panjang ketat dan kemeja agak ketat yang paduan warnanya bagus.
Sesaat setelah mereka duduk dibangku sebelah bangku yang aku tempati kereta mulai kembali berjalan dan sang suami dan anak langsung terlelap seperti aku tadi setelah perjalanan dilanjutkan kembali sekitar setengah jam. Karena sang istri tinggal sendirian, aku memberanikan diri menyapa dan mengajak ngobrol. Yah sekedar basa basi agar suasana tidak boring selama perjalanan (kebiasaanku sejak aku SMA).
“mbak, mau kekota apa?” sambil tersenyum ramah aku menegurnya.
“mau ke ke kota Y karena mertua sakit dik. Adik sendiri?” jawabnya sambil tersenyum manis.
“oh, aku juga sama mbak tapi karena aku emang kuliah di kota Y. Oy a nama mbak siapa? Kenalkan namaku Putra” kuulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“aku Lira dik, ini suamiku Rahmat dan anakku Dani” dia menyambut jabat tanganku sambil memperkenalkan suami dan anaknya.
Perbincangan pun mengalir dengan hangat selama kurang lebih 1 jam karena kelihaianku mengolah suasana. Kami juga sempat bercanda hingga dia tertawa terkikik karena lucunya. Menurutku mbak Lira orangnya terbuka dan supel, buktinya dia tidak marah saat leluconku mulai menjurus kearah sex bahkan dia malah membalas dengan lelucon yang lebih menjurus.
Selama ngobrol mataku sesekali melirik bongkahan dadanya yang terlihat sedikit dari celah kemejanya yang tanpa dia sadari 1 kancingnya terbuka di bagian dada persis. Mbak Lira mulai salah tingkah dalam duduknya (dugaanku dia terangsang) saat menjawab pertanyaanku seputar tips menyenangkan wanita di ranjang.
Dari pertanyaan – pertanyaanku mbak Lira bukan tipe wanita yang suka tentang variasi seks seperti oral dan anal. Tapi dia sudah beberapa kali mencoba berbagai variasi gaya bersetubuh selama menikah 2 tahun ini.
Perbincangan terpaksa diputus dulu karena dia permisi ke kamar kecil. Niat isengku muncul mengingat selot kamar kecil itu. Beberapa saat setelah dia pergi, aku membuntuti kekamar kecil. Rupanya dia tidak sadar bahwa pintunya tidak terkunci dan hanya tertutup, buktinya dia dengan santai telanjang bagian bawah membelakangiku.
Hal itu membuatku mulai terangsang, segera kubuka resleting celana dan cd lalu keluarin si boy dari sarang. Ukuran si boy emang biasa aja (panjang 15cm dan diameter 3,5cm) tapi lumayanlah.
Kudekati mbak Lira perlahan, saat tangan kirinya mau meraih celana dan cdnya kuberanikan diri memegang tangannya dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku membekap mulutnya. Dia sempat kaget tapi ketika mbak Lira menoleh siapa dibelakangnya dia terdiam.
“mbak, jangan teriak ya kumohon. Aku hanya ingin diajari muasin cewek dalam sex..plis…” kataku sambil menampakkan wajah memelas.
Awal mulanya dia hanya menggelengkan kepala dan tetap memberontak. Aku bisa membuat mataku sendiri berkaca – kaca seperti mau menangis, kulakukan itu sambil terus memohon dan pura – pura terisak. Akhirnya dia luluh dan menganggukkan kepala lemah. Kulepaskan tanganku, “kena kau” batinku.
“Putra udah pernah ciuman?” tanyanya.
“sudah mbak,kenapa mbak?” balasku dengan wajah polos.
“coba cium aku Put” perintahnya.
aku mulai memeluknya dan menciunmya, pada awalnya biasa saja lalu lidahku berusaha menyeruak kedalam mulutnya dan ternyata dia membalas dengan lebih agresif. Akhirnya kupakai teknik back door yang memanfaatkan lidahku yang panjang hingga aku bisa mengimbanginya.
“ciuman Putra mantap juga ya” aku hanya tersenyum pura – pura malu.
“sekarang coba rangsang aku Put semampumu tapi hanya sebatas sampai leher saja”
dalam hati aku bersorak.
Aku mulai menciumnya lagi lalu menggerayangi dan menciumi bagian belakang telinga dan menjilati telinganya. “Aaahhg…sssttt…eeeenggghh…” desahnya saat kulakuin itu, ciumanku mulai turun ke leher.
Kujilat dan kucium leher putihnya, harum parfumnya membuatku bersemangat. “Uuuugghh….aaaahhhh….eeemmghh….sssstttt… Put enak Put… terus Put… aaaaaahhh…eeeeennnggghh… Put jangan ada bekasnya…” bisiknya. Aku sadar bahwa mbak Lira takut ketahuan suaminya. Kucoba menelusupkan tanganku kedalam bajunya saat kedua tangannya terangkat memeluk leherku.
Terlambat buat mbak Lira untuk merespon karena kedua tanganku sudah masuk kedalam baju dan meremas – remas payudaranya dari luar BH. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengerang dan mendesah karena kuserang leher dan kedua payudaranya secara bersamaan.
“Putra…aaaaahhhhgg…kamu nakal…ssssttt….eeeennggghh…” rancaunya tapi tanpa penolakan karena rangsangan yang mbak Lira alami begitu kuat. Secara mendadak kuangkat bajunya sebatas leher hingga mempertontonkan 2 bongkah gunung kembar dibungkus BH kuning menyala.
Beruntungnya aku karena kancing Bhnya ada di depan. Sekilas kulihat ukurannya 36C (besar cuy…), seketika itu pula kubuka kancing bhnya dan terpampanglah payudaranya tanpa penutup apapun. Langsung aku kenyot puting kanannya dan kupilin – pilin puting kirinya.
“Aaaaaaahhhh…eeeemmnggh…Put…kamu apakan putingku…uuggghh…” erangnya sambil bersandar di dinding. “Geli Put…aaaaaggghh…Put…cukup…ssstt…Put…enak banget…mmmnngghh..melayang aku rasanya…aaahhh…” racaunya makin keras.
Karena takut ada yang mendengar langsung aku cium lagi mbak Lira dengan ganas sambil tangan kananku meremas payudara kanannya dan tangan kiriku mengocok kemaluannya yang ternyata sudah banjir. “mmmpphh…nnnggghh…ssslllurrpp…” yang keluar dari mulutnya yang sedang kuajak french kiss lagi.
Kedua tangannya tidak berdaya karena terjepit punggungnya sendiri sedangkan tubuh mbak Lira terjepit antara tubuhku dan dinding. Tapi tubuhnya semakin menggelinjang kuperlakuin seperti itu. Tidak lama kemudian kemaluan mbak Lira makin lembab, disini aku lagi – lagi memasang perangkap. Kuhentikan semua cumbuanku hingga mbak Lira termangu.
“lho Put kok berhenti?! Jangan dong..lanjutin ya Put..aku jadi ngambang dan aneh nih rasanya..lanjutin dong ampe mbak keluar..” pintanya.
“ya mbak..tapi sekarang boleh ya aku masukin si boy? Dari tadi berdiri ampe sakit nih” rayuku.
“jangan Put, aku sudah bersuami…” tolaknya.
“cuma digesek – gesekin aja deh mbak enggak papa ampe aku juga keluar biar sama – sama enak. Boleh ya mbak? Plis……” rengekku sambil mulai kembali membelai – belai payudaranya dan tanganku satunya mengelus – elus si boy yang sedari tadi menganguk – angguk karena sudah tegang.
Mendapat serangan psikologis seperti itu terus menerus akhirnya dia luluh.
“cuma digesek – gesek aja ya ga lebih…” pintanya sambil kududukkan dia ke kloset.
“makasih ya mbak Lira sayang” ucapku dan kukecup singkat bibirnya sambil ku posisikan tubuhku sedemikian rupa hingga penisku terhimpit diantara pangkal pahanya persis di mulut vaginanya (bayangin aja duduk berhadapan dan aku terlihat seperti memangku mbak Lira dan kakinya memeluk pinggangku sedang tubuh kami seperti berpelukan).
Aku mulai menggoyang pantatku sehingga kemaluan kami bergesekan. Hal ini membuat kami sama – sama merasakan nikmat. Tak lupa kami tetap berciuman dan saling meraba. Saat kembali kuserbu lehernya, mbak Lira mulai mendesah dan merancau lagi. Desahannya makin sering saat kumulai menggesek dengan cepat. Hal ini membuatku semakin terangsang dan ingin segera memasukkan penisku kedalam hangatnya liang vaginanya.
Saat asyik saling menggesek hingga kurasakan cairan vaginanya makin membanjiri penisku, tanpa mbak Lira sadari kumasukkan penisku secara mendadak dan cepat hingga mentok. Ugh meski sudah pernah melahirkan tapi vaginanya masih ketat menjepit penisku. Kelihatannya leher rahimnya dangkal, buktinya pangkal penisku masih diluar sekitar 1-2cm saat kurasakan ujung penisku membentur bagian terdalam vaginanya.
“aaaaauuuuhhh….Put kok dimasukin??!! cabut Put!! aku udah bersuami!!” perintahnya tapi tak ku gubris dan malah melanjutkan menggonyang pantatku sehingga penisku mulai bergerak menikmati jepitan kuat, hangat dan lembab vaginanya sambil menciumnya agar tidak bisa berteriak.
Posisiku yang sedikit menindih mbak Lira membuatnya tidak bisa berkutik. Pada awalnya mbak Lira terus meronta, tapi karena kondisinya yang mendekati orgasme saat kumasukkan penisku membuat mbak Lira akhirnya menyerah dan malah menikmati goyanganku.
Kugoyang pantatku dengan semangat dengan beberapa variasi goyangan. Kadang maju mundur, kadang kiri kanan, kadang memutar. Hal ini membuatnya semakin melayang. “auuuhh…Put..kamu apakan vaginaku?? enak banget… eeemmmggghhh…sssttt…Put…aku udah ga tahan… aaaahhh…aku ingin keluar…” rintihnya kira – kira 15 menit setelah kemasukan penis. “keluarin saja mbak Lira sayang…enggghh..vagina mbak enak sekali..” pujiku sambil mempercepat goyanganku.
“Put…aku keluar sayang!!! aaahhhh..enggghh… ssssttt..uuunngghh..” lenguhnya menikmati orgasme panjang yang dirasakan. Suuurrr….Suuuurrrr.. penisku merasakan siraman air surganya. “Put..nikmat sekali sayang…makasih ya..aku baru kali ini merasakan orgasme karena bersetubuh..suamiku hanya peduli diri sendiri..kamu belum keluar ya??” ucapnya sambil kembali menciumku.
“sebentar lagi mbak… masih boleh kan kugoyang??” tanyaku. “boleh dong sayang…kamu sudah membuatku melayang…sekarang nikmati tubuhku semaumu…tapi sekarang kamu yang duduk ya Put…” katanya sambil berganti posisi. Mbak Lira sekarang duduk dipangkuanku berhadapan.
“sekarang biar mbak yang puasin kamu sayang… Putra haus ga??? mau minum susu??” tanyanya sambil menyodorkan payudaranya untuk kukenyot lagi sembari mulai menggoyang pantatnya maju mundur.
Ternyata mbak Lira membalas perlakuanku kepadanya yaitu dengan kadang merubah arah goyangan pantatnya. Aku hanya menikmati itu semua sambil menjilati dan ku kenyot payudaranya serta mendesah sesekali di telinganya. Hal ini membuat mbak Lira makin bersemangat dan kembali terangsang.
“Aaaahhh…Put….penismu enak sekali..uunggghh…eemmmhhhgg…”racaunya. “vagina mbak juga enak…ssssttt…. aahh…mbak..enak mbak… bentar lagi…” rintihku yang disambut makin menggilanya goyangan mbak Lira.
Tak lama kemudian aku yang hampir mencapai puncak merasakan bahwa mbak Lira juga merasakan yang sama karena vaginanya makin ketat menjepit penisku dan rintihannya makin sering dan merangsang. ” Put…aku ingin keluar lagi…enak banget Put…aaahhh…sssttt..” baru saja mbak Lira berkata seperti itu aku sudah tidak tahan ingin orgasme.
“mbak aku keluar!!! aaaahhh…..eeengggghh…ssstttt…uuungggghh…” lenguhku mengiringi muncratnya spermaku kedalam rahimnya. Merasakan semburan lahar panasku membuat mbak Lira juga orgasme. “aaahhh… Put!!!! aku keluar sayang!!!” segera saja kami kembali berciuman dengan rakus sambil menikmati orgasme berpelukan.
Selama beberapa saat kami terus berciuman hingga akhirnya melepaskan pagutan mesra kami. Mbak Lira berbisik “terima kasih ya sayang…Putra sudah membuatku menikmati surga dunia yang belum pernah kurasakan.” “mbak ga takut hamil karena aku keluar didalam???” tanyaku ragu.
“tenang saja…aku sedang tidak subur…” ucapnya tersenyum dan menciumku singkat. Lega rasanya mendengar hal itu hingga akupun tersenyum dan membalas dengan meremas gemas payudaranya sejenak. Kami cepat cepat merapikan pakaian dan keluar dari kamar mandi bergantian lalu duduk kembali di kursi masing – masing. Suami dan anaknya masih tertidur pulas padahal saat itu kulihat sudah memasuki kota Y.
Kami saling berpandangan dan tersenyum. Mbak Lira kemudian memberikan nomer handphonenya kepadaku dan berkata “kapan – kapan lagi ya” sambil mengedipkan mata. Kujawab dengan senyuman dan kami berpisah di stasiun kota Y.
Benar – benar beruntung aku bisa menikmati tubuh semantap itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar