Cicibugil.blogspot.com - Sudah hampir setahun Rangga tinggal di tempat kost bu Rose. Bisa tinggal di tempat kost ini awalnya secara tidak sengaja ketemu bu Rose di pasar. Waktu itu bu Rose kecopetan, trus teriak dan kebetulan Rangga yang ikut menolong menangkap copet dan mengembalikan dompet bu Rose.
Trus ngobrol sebentar, kebetulan Rangga lagi cari tempat kost yang baru dan bu Rose mengatakan dia punya tempat kost atau bisa di bilang rumah bedengan yang dikontrakkan, yah jadi deh tinggal di kost-an bu Rose.
NONTON BOKEP ONLINE
Bu Rose lumayan baik terhadap Rangga, kelewat baik malah, karena sampai saat ini Rangga sudah telat bayar kontrak rumah 3 bulan, dan bu Rose masih adem-adem aja. Mungkin masih teringat pertolongan waktu itu. Tapi justru Rangga yang gak enak, tapi mau gimana, lha emang duit lagi seret. akhirnya Rangga lebih banyak menghindar untuk ketemu langsung dengan bu Rose.
AGEN BOLA PIALA DUNIA 2018
Sampai satu hari…… waktu itu masih sore jam 4. Rangga masih tidur-tiduran dengan malasnya di kamarnya. Tempat kost itu berupa kamar tidur dan kamar mandi di dalam. Terdengar pintu kamarnya di ketok… tok..tok..tok.. lalu suara bu Rose yang manggil,”Angga…Rangga… ada di dalem gak?” Sontak Rangga bangun, wah bisa berabe kalo nanyain duit sewa kamar nie, pikir Rangga. Dengan cepat meraih handuk, pura-pura lagi mandi aja ah, ntar juga bu Rose pergi sendiri. Setelah masuk kamar mandi kembali terdengar suara bu Rose,” Rangga lagi tidur ya..?” dan dari kamar mandi Rangga menyahut sedikit teriak,” lagi mandi bu….”
Sesaat tidak ada sahutan, tapi kemudian suara bu Rose jadi dekat,”ya udah mandi aja dulu Angga, ibu tunggu di sini ya…” eh ternyata masuk ke kamar, Rangga tadi gak mengunci pintu. “busyet dah, terpaksa bener-bener harus mandi nie,”pikir Rangga.
Sekitar lima belas menit Rangga di kamar mandi, sengaja mandinya agak dilamain dengan maksud siapa tau bu Rose bosan trus gak jadi nunggu. Tapi rasanya percuma lama-lama toh bu Rose sepertinya masih menunggu. Akhirnya keluar juga Rangga dari kamar mandi, dengan hanya handuk yang melilit di pinggang, tidak pakai celana dalem lagi, maklum tadi gak sempet ambil karena terburu-buru.
Bu Rose tersenyum manis melihat Rangga yang salah tingkah,”lama juga kamu mandi ya Angga…” bu Rose membuka pembicaraan. “pasti bersih banget mandinya ya…” gurau bu Rose sambil sejenak melirik dada bidang Rangga. “ah ibu bisa aja… biasa aja kok bu.., oia ada apa ya bu..?” jawab Rangga sekenanya saja sambil mengambil duduk di pinggiran tempat tidur.
Bu Rose mendekat dan duduk di samping Rangga, “Cuma mau ngingetin aja, uang sewa kamarmu dah telat 3 bulan lho… trus mau ngobrol-ngobrol aja sama kamu, kan dah lama gak ngobrol, kamu sie pergi mlulu…”ucap bu Rose. Rangga jadi kikuk,”wahduh… kalo uang sewanya ntar aku bayar cicil boleh gak bu? Soalnya lagi seret nie…” jawab Rangga dengan sedikit memohon.
Bu Rose terlihat sedikit berpikir…”mmmm… boleh deh, tapi jangan lama-lama ya… emang uangmu di pakai untuk apa sie?” terlihat bu Rose sedikit menyelidik. “hmmm… pasti buat cewe mu ya…”dia terlihat kurang senang.
“ah nggak juga kok bu….. saya emang lagi ada keperluan,” jawab Rangga hati-hati melihat raut wajah bu Rose yang kurang senang.
“huh…laki-laki sama aja, kalo lagi ada maunya, apa aja pasti di kasih pada perempuan yang lagi di dekatinya, hhhh… sama aja dengan suamiku….”keluh bu Rose dengan nada kesal.
Waduh nampaknya bu Rose lagi marahan nie sama suaminya, jangan-jangan amarahnya ditumpahkan pula sama Rangga. Dengan cepat Rangga menjawab,”tapi saya janji kok bu, akan saya lunasi kok…”
“hhhhh….”bu Rose menghela nafas,”udahlah Angga, gak apa-apa kok, gak di bayar juga kalo buat kamu ga masalah… ibu Cuma lagi kesel aja sama suamiku, dia cuma perhatiannya sama Marni terus… aku seperti gak dianggap lagi, mentang-mentang Marni jauh lebih muda ya.”
Sedikit penjelasan bahwa bu Rose ini istri pertama dari pak Kardi, sedangkan istri keduanya bu Marni. Dan sekarang sepertinya pak Kardi lebih sering tinggal di rumahnya yang satu lagi bersama bu Marni dan bu Rose tampaknya udah mulai kesepian nie-
“wah kalo masalah keluarga sie aku kurang paham bu…. “jawab Rangga kikuk
“gak apa-apa Angga, ibu hanya mau curhat aja sama kamu… boleh kan Angga?” suara bu Rose sendu. Agak lama terdiam, terdengar tarikan nafas bu Rose terasa berat, dan sedikit sesunggukan, waduh lama-lama bisa nangis nie, gawat dong pikir Rangga.
“udah bu jangan terlalu dipikirkan, nanti juga pak Kardi kembali lagi kok, kan ibu juga gak kalah cantiknya sama bu Marni,”Rangga bermaksud menghibur.
“ah kamu Angga… emang ibu masih cantik menurutmu?” bu Rose menatap sendu ke arah Rangga, terlihat dua butir air mata mengalir di pipinya. Uhh…. ingin rasanya Rangga menghapus air mata itu, pak Kardi emang keterlaluan masa wanita cantik nan elok seperti ini dianggurin sie, coba Rangga bisa berbuat sesuatu… busyet… Rangga memaki dalam hati… “kenapa otak gwa jadi kotor gini.”
Dengan sedikit gugup Rangga menjawab,”mmm…eee…iya kok bu, ibu masih cantik, kalo masih gadis mungkin aku yang duluan tergoda.” Uupsss …. Maksud hati ingin menghibur, tapi kenapa kata-kata yang menggoda yang keluar dari mulut… gerutu Rangga dalam hati. Rangga jadi panik, jangan-jangan bu Rose marah dengan ucapan Rangga.
Tapi ternyata Rangga salah, karena bu Rose tersenyum, manis sekali dengan deretan gigi yang putih dan rapi,”ih Rangga bisa aja menghibur…. Iya juga sie, kalo masih gadis bisa aja tergoda, pantes aja suamiku gak ngelirik aku lagi, bis nya dah tua sie…” rona wajah bu Rose berubah sedih lagi,”kalo menurutmu Angga, apa ibu emang gak menarik lagi…?” sambil berdiri dan memperhatikan tubuhnya kemudian menatap Rangga minta penilaian. Terang aja Rangga makin kikuk,”wah aku mau ngomong apa ya bu…? Takutnya nanti di bilang lancang lho… tapi kalo mau jujur…. Ibu cantik banget, seperti masih 30an deh.”
Bu Rose tampaknya senang dengan pujian itu,”hmmm.. kamu ada-ada aja saja… ibu udah 43 lho.. emang Rangga liat dari mananya bisa bilang begitu?”
Rangga jadi cengar cengir,” ….itu penilaian laki-laki lho bu, saya malu bilangin nya.”
Bu Rose kembali duduk mendekat, sekarang malah sangat dekat hampir merapat ke Rangga sambil berkata,” ah.. gak perlu malu…. Bilang aja…”
Nafas Rangga terasa sesak, badan nya terasa panas dingin menghadapi tatapan bu Rose, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, sesaat kemudian Rangga mengalihkan pandangan ke arah tubuh bu Rose mencari alasan penilaian tadi, uups baru deh Rangga memperhatikan bahwa bu Rose memakai baju terusan seperti daster tapi dengan lengan yang berupa tali dan diikat simpul di bahunya.
Hmmm .. kulit itu mulus kuning langsat dengan tali baju dan tali bra yang saling bertumpuk di bahu, pandangan Rangga beralih ke bagian depan uupss… terlihat belahan dada yang hmmm… sepertinya buah dada itu lumayan besar. Sentuhan lembut tangan bu Rose di paha Rangga yang masih dibungkus handuk cepat menyadarkan Rangga. Dengan penuh selidik bu Rose bertanya,”lho… kok jadi bengong sie..? apa dong alasannya tadi bilang ibu masih 30an…”
Rangga sedikit tergagap karena merasa ketahuan terlalu lama memandangi tubuh bu Rose,”mmm… eeemm.. ibu benar-benar masih cantik, kulitnya masih kencang… masih sangat menggoda…”
Tidak ada jawaban dari mulut bu Rose, hanya pandangan mata yang kini saling beradu, saling tatap untuk beberapa saat… dan seperti ada magnet yang kuat, wajah bu Rose makin mendekat, dengan bibir yang semakin merekah. Rangga pun seakan terbawa suasana, dan tanpa komando lagi, Rangga menyambut bibir merah bu Rose, desahan nafas mulai terasa berat hhhh…hhhh…ciuman terus bertambah dahsyat, bu Rose menjulurkan lidahnya masuk menerobos ke mulut Rangga, dan dibalas dengan lilitan lidah Rangga sehingga lidah tersebut berpilin-pilin dan kemudian deru nafas semakin berat terasa.
Dengan naluri yang alami, tangan Rangga merambat naik ke bahu bu Rose, dengan sekali tarik, terlepas tali pengikat baju di bahu tersebut dan dengan lembut Rangga meraba bahu bu Rose sampai ke lehernya…. Kemudian turun ke arah dada, dengan remasan lembut Rangga meremas payudara yang masih terbungkus bra itu. “hhhhh…hhhh” nafas bu Rose mulai terasa menggebu, nampaknya gairah birahinya mulai memuncak. Jemari lentik bu Rose tak ketinggalan meraba dan mengelus lembut dada Rangga… melingkari pinggang Rangga, mencari lipatan handuk, hendak membukanya…
Uupps…. Rangga tersentak dan sadar….,”ups…hhh… maaf bu… maaf bu… saya terbawa suasana….” Rangga tertunduk tak berani menatap bu Rose sambil merapikan kembali handuknya, baru kemudian dengan sedikit takut melihat ke arah bu Rose.
Terlihat bu Rose pun agak tersentak, tapi tidak berusaha merapikan pakaiannya, sehingga tubuh bagian atas yang hanya tertutup bra itu dibiarkan terbuka. Pemandangan yang menakjubkan. “napa Angga… kita sudah memulainya… dan kamu sudah membangkitkan kembali gairah ibu yang lama terpendam… kamu harus menyelesaikannya Angga…” tatapan bu Rose terlihat semakin sendu…
“mmm… ibu gak marah..? gimana nanti kalo ada yang lihat bu… bisa gawat dong… pak Kardi juga bisa marah besar bu…” jawab Rangga.
Tanpa menjawab bu Rose bangkit berdiri, namun karena tidak merapikan pakaiannya, otomatis baju terusan yang dipakai jadi melorot jatuh ke lantai. Rangga terpana melihat tubuh indah itu, sedikit berlemak di perut dan bokongnya namun itu malah menambah seksi lekuk tubuh bu Rose. Kemudian dengan tenang bu Rose melangkah ke arah pintu kamar dan menguncinya.
Saat berjalan membelakangi Rangga itu nampak gerakan bokong bu Rose naik turun, dan perasaan Rangga semakin tegang dengan nafsu yang semakin tak tertahankan, demikian juga saat bu Rose berbalik dan melangkah kembali menuju tempat tidur, Rangga tidak melepaskan sedikit pun gerakan bu Rose. Sampai bu Rose berdiri dekat di depan Rangga dan berkata,”kamarnya udah di kunci Angga, dan gak ada yang akan mengganggu….”
Rangga tidak langsung menjawab, menghidupkan tape dengan suara yang agak besar, setidaknya untuk menyamarkan suara yang ada di ruangan. Bu Rose kembali duduk di pinggiran tempat tidur, dan membuka bra yang digunakannya. Rangga mendekat dan duduk di samping bu Rose… hmmm… nampak payudara itu masih montok dan kenyal, ingin Rangga langsung melahap dengan mulut dan menjilatnya.
Bu Rose yang memulai gerakan dengan melingkarkan lengannya ke leher Rangga, menarik wajah dan langsung melumat bibir Rangga dengan nafsu yang membara. Rangga membalas dengan tidak kalah sengit, sambil meladeni serangan bibir dan lidah bu Rose, tangan Rangga meremas payudara montok milik bu Rose. Desahan nafas menderu di seputar ruangan, diselingi alunan musik menambah gairah.
Setelah beberapa saat, bu Rose mendorong lembut badan Rangga, menyudahi pertempuran mulut dan lidah, dengan nafas yang memburu. Rangga mendorong lembut tubuh bu Rose, berbaring terlentang dengan kaki tetap menjuntai di pinggiran tempat tidur. Dada yang penuh dengan gunung kembar itu seakan menantang dengan puting yang telah tegang. Tanpa menunggu lagi Rangga melaksanakan tugasnya menjelajahi gunung kembar itu mulai dari lembah antara, melingkari dan menuju puncak puting.
Dengan gemas Rangga menyedot dan memainkan puting susu itu sambil tangan meremas payudara kembarannya ………………… “HHHH…. AHHH….MMMH….”suara bu Rose mulai kencang terdengar, desahan-desahan nikmat yang semakin menggairahkan. Rangga melanjutkan penjelajahan dengan menyusuri lembah payudara menuju perut dan sebentar memainkan lidah pada udel bu Rose yang menggelinjang kegelian.
Rangga menghentikan penjelajahan lidah, kemudian dengan cekatan menarik celana dalam bu Rose, melepaskan dan membuang ke lantai. Dengan spontan bu Rose mengangkat kaki ke atas tempat tidur dan memuka lebar pahanya, terlihat gundukan vagina dengan rambut-rambut yang tertata rapi. Rangga mulai kembali aksi dengan menjilati menyusuri paha bu Rose yang halus mulus, terus mendekat ke selangkangan menemui bibir vagina yang mulai mengeluarkan cairan senggama.
Tanpa menunggu lama, Rangga menyapu cairan senggama itu dengan lidahnya dan meneruskan penjelajahan lidah sepanjang bibir vagina bu Rose dan sesekali menggetarkan lidah pada klitorisnya yang membuat bu Rose mengerang kenikmatan,”AHHHH…. MMMMH… HHH… Angga….UHH…”desahan birahi yang memuncak dari bu Rose membuat Rangga semakin bersemangat dan sesekali lidah di julurkan mencoba masuk ke liang senggama yang menanti pemenuhan itu.
Setelah beberapa menit Rangga mengeksplorasi liang kewanitaan itu, nampaknya bu Rose tidak sabar lagi menuntut pemenuhan hasrat birahinya,”Angga…. Ayo sayang… masukkin Angga… hhhh…mmmmh.” Suara bu Rose ditingkahi desahan-desahan yang semakin kencang.
Dengan tenang Rangga menyudahi penjelajahan lidah dan bersiap bertempur yang sesungguhnya. Dengan sekali tarik lepaslah handuk yang melilit di pinggang dan bebas mengacung penis dengan bagian kepala yang merah mengkilap. Bu Rose semakin membuka lebar pahanya, besiap menanti pemenuhan terhadap liang wanitanya. Rangga naik ke tempat tidur dan langsung mengarahkan batang penis ke arah vagina bu Rose yang dengan sigap lansung meraih dan meremas batang kemaluan Rangga dan membantu mengarahkannya tepat ke liang vaginanya.
Dengan sekali dorongan penis Rangga amblas sampai setengahnya. Rangga menahan gerakan sebentar menikmati prosesi masuknya penis yang disambut desahan bu Rose,” AHHH….TERUSKAN Angga….AHHH.” kemudian dengan meresapi masuknya penis sampai sedalam-dalamnya. Setelah dorongan pertama dan batang zakar yang masuk seluruhnya barulah Rangga memompa menaik turunkan pantat dengan irama beraturan seakan mengikuti irama musik yang terasa semakin menggebu dan hot.
Rangga bertumpu pada kedua siku lengan sedangkan bu Rose mencengkam punggung Rangga, meresapi dorongan dan tarikan penis yang bergerak nikmat di liang senggamanya. Suara desahan bercampur aduk dengan alunan musik dan peluh mulai bercucuran di sekujur tubuh,”AH..AH..AH..MMH…MHH…HHHH.” tak hentinya desahan meluncur dari bibir Rangga dan bu Rose.
Sesaat Rangga menghentikan gerakan untuk mencoba mengambil nafas segar, bu Rose memeluk Rangga dan menggulingkan badan tanpa melepas penis yang tetap berada di liang vaginanya. Dengan posisi di atas dan setengah berjongkok, bu Rose memompa dan menaikturunkan pantatnya dengan badan bertumpu pada lengan.
Sesekali bu Rose memutar pantatnya dan kemudian memasukkan batang zakar Rangga lebih dalam. Rangga tak diam saja, tangan meremas kedua payudara yang menggantung bebas dan menarik-narik puting susu bu Rose.
Suasana makin membara dengan peluh yang bercucuran, sampai saat bu Rose seperti tak sanggup melanjutkan pompaan karena birahi yang hendak mencapai puncak pemenuhan. Dengan sigap Rangga membalikkan posisi, bu Rose kembali berada di bawah, dengan mempercepat tempo dorongan Rangga meneruskan pertempuran.
“Angga…AHH..AH..AH..UH…TERUS Angga…. AHHH…AHH IBU SAMPAI…Angga….AHHHHHHHHH… MMMMMHHH.” Setelah teriakan tertahan bu Rose mengatup bibirnya menikmati orgasme yang didapat, tubuhnya sedikit bergetar. Rangga merasa vagina yang mengalami orgasme itu berkedut-kedut seperti menyedot zakarnya.
Rangga menikmatinya dengan memutar –mutar pantatnya dan memasukkan lebih dalam lagi batang zakarnya, dan terasa ada dorongan kuat menyelimuti batang zakarnya, semakin besar dan sesaat Rangga kembali mendorong batangnya dengan cepat dan saat terakhir menarik keluar batanga zakarnya dan melepaskan air maninya di atas perut bu Rose…. Yang dengan cepat meraih penis Rangga dan mengocoknya sampai air mani itu berhenti muncrat, dengan lembut bu Rose mengusap penis yang mulai turun ketegangannya. Rangga membaringkan tubuhnya disamping bu Rose. Terdiam untuk beberapa saat.
Bu Rose bangkit duduk meraih kain di pinggiran tempat tidur dan menyeka sisa air mani di perutnya. Kemudian dengan manja membaringkan tubuhnya diatas Rangga. “makasih ya sayang… ini rahasia kita berdua… I love u Angga,” bisik mesra bu Rose di telinga Rangga.
“mmm…baik bu…”belum sempat Rangga menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk bu Rose menempel di bibirnya, “kalo lagi berdua gini jangan pangil ibu dong…”ucap bu Rose manja.
“iya sayang….” Balas Rangga, senyum manis merekah di bibir seksi bu Rose.
Setelah itu dengan cepat Rangga dan bu Rose merapikan pakaian, dan sebelum meninggalkan Rangga, bu Rose berbisik mesra,”sayang… tar malem suamiku gak ada di rumah….. aku tunggu di kamar ya… berapa ronde pun dilakoni buat Rangga sayang.”
Sambil berpelukan mesra, Rangga menyanggupi ajakan bu Rose.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar